Selasa, 11 Desember 2012

Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)

PENGERTIAN
            Ejaan Yang Disempurnakan adalah ejaan bahasa indonesia yang berlaku sejak tahun 1972. Ejaan ini menggantikan ejaan sebelumnya,  Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi. Ejaan adalah seperangkat aturan tentang cara menuliskan bahasa dengan menggunakan huruf, Kata, dan tanda baca sebagai sarananya. Batasan tersebut menunjukan pengertian kata ejaan berbeda dengan kata mengeja.

Mengeja adalah kegiatan melafalkan huruf, suku kata, atau kata; sedangkan Ejaan adalah suatu sistem aturan yang jauh lebih luas dari sekedar masalah pelafalan. Ejaan mengatur keseluruhan cara menuliskan bahasa.
Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasa demi keteraturan dan keseragaman bentuk, terutama dalam bahasa tulis. Keteraturan bentuk akan berimplikasi pada ketepatan dan kejelasan makna. 

SEJARAH EJAAN BAHASA INDONESIA
            Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional lahir pada awal tahun dua puluhan. Namun dari segi ejaan, bahasa indonesia sudah lama memiliki ejaan tersendiri. Berdasarkan sejarah perkembangan ejaan, sudah mengalami perubahan sistem ejaan, yaitu :
1. Ejaan Van Ophuysen
            Ejaan ini mulai berlaku sejak bahasa Indonesia lahir dalam awal tahun dua puluhan. Ejaan ini merupakan warisan dari bahasa Melayu yang menjadi dasari bahasa Indonesia.
2. Ejaan Suwandi
            Setelah ejaan Van Ophuysen diberlakukan, maka muncul ejaan yang menggantikan, yaitu ejaan Suwandi. Ejaan ini berlaku mulai tahun 1947 sampai tahun 1972.
3. Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
Ejaan ini mulai berlaku sejak tahun 1972 sampai sekarang. Ejaan ini merupakan penyempurnaan yang pernah berlaku di Indonesia.
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) diterapkan secara resmi mulai tanggal 17 Agustus 1972 dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia  Nomor : 57/1972 tentang peresmian berlakunya “Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan”. Dengan berlakunya EYD, maka ketertiban dan keseragaman dalam penulisan bahasa Indonesia diharapkan dapat  terwujud dengan baik.


RUANG LINGKUP EJAAN YANG DISEMPURNAKAN (EYD)
Ruang lingkup EYD mencakup lima aspek yaitu :
(1) pemakaian huruf, 
(2) penulisan huruf, 
(3) penulisan kata, 
(4) penulisan unsur, dan 
(5) pemakaian tanda baca.

1) Pemakaian Huruf
Ejaan bahasa Indonesia Yang Disempurnakan (EYD) dikenal paling banyak menggunakan huruf abjad. Sampai saat ini jumlah huruf abjad yang digunakan sebanyak 26 buah.
a. Huruf Abjad
Abjad yang digunakan  dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf berikut. Nama setiap huruf disertakan disebelahnya.   
b. Huruf Vokal
Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o, dan u.
c. Huruf Konsonan
Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z. 
d. Huruf Diftong
Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.  
e. Gabungan Huruf Konsonan
Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu : kh, ng, ny, dan sy.Masing-masing melambangkan satu bunyi konsonan.

2) Penulisan Huruf
Dua hal yang harus diperhatikan dalam penulisan huruf berdasarkan EYD, yaitu (1) penulisan huruf besar, dan (2) penulisan huruf miring. Lebih jelasnya dapat dilihat pada pembahasan berikut :
a. Penulisan Huruf Besar (Kapital)
Kaidah penulisan huruf besar dapat digunakan dalam beberapa hal, yaitu :
1. Digunakan sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat.
Misalnya :
Dia menulis surat di kamar.
Tugas bahasa Indonesia sudah dikerjakan.
2. Digunakan sebagai huruf pertama petikan langsung.
Misalnya :
Ayah bertanya, “Apakah mahasiswa sudah libur?”.
“Kemarin engkau terlambat”, kata ketua tingkat.
3. Digunakan sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan,    kata ganti Tuhan, dan nama kitab suci.
Misalnya :
Allah Yang Maha kuasa lagi Maha penyayang.
Terima kasih atas bimbingan-Mu ya Allah.
4. Digunakan sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan , keturunan, keagamaan yang diikuti nama orang.
Misalnya :
Raja Gowa adalah Sultan Hasanuddin.
Kita adalah pengikut Nabi Muhammad saw.
5. Digunakan sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang, pengganti nama orang tertentu, nama instansi, dan nama tempat.
Misalnya :
Wakil Presiden Yusuf  Kalla memberi bantuan mobil.
Laksamana Muda Udara Abd. Rahman telah dilantik.
Dia diangkat menjadi Sekretaris Jenderal Depdiknas.
Bapak Gubernur Sulawesi Selatan menerima laporan korupsi.
6. Digunakan sebagai huruf pertama unsur nama orang.
Misalnya :
Nurhikmah
Dewi Rasdiana Jufri
7. Digunakan sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan nama bahasa.
Misalnya :
bangsa Indonesia
suku Sunda
bahasa Inggris
8. Digunakan sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah.
Misalnya :
tahun Hijriyah                                                        hari Jumat
bulan Desember                                                     hari Lebaran
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
9. Digunakan sebagai huruf pertama nama geografi unsur nama diri.
Misalnya :
Laut Jawa                                                              Jazirah Arab
Asia Tenggara                                                      Tanjung Harapan
10. Digunakan sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga pemerintah, ketatanegaraan, dan nama dokumen resmi, kecuali terdapat kata penghubung.
Misalnya :
Republik Indonesia
Majelis Permusyawaratan Rakyat
11. Digunakan sebagai huruf pertama penunjuk kekerabatan atau sapaan dan pengacuan.
Misalnya :
Surat Saudara sudah saya terima.
Mereka pergi ke rumah Pak Lurah.
12. Digunakan sebagai huruf pertama kata ganti Anda.
Misalnya :
Surat Anda telah saya balas.
Sudahkah Anda sholat?
13. Digunakan sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat dan sapaan.
Misalnya :
Dr.      =      doktor
S.H.    =      sarjana hukum
14. Digunakan sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
Misalnya:
Perserikatan Bangsa-Bangsa
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
15. Digunakan sebagai huruf pertama semua kata di dalam judul, majalah, surat kabar,  dan karangan ilmiah lainnya, kecuali kata depan dan kata penghubung.
Misalnya :
Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.
Ia menyelesaikan makalah “Asas-Asas Hukum Perdata”.
b. Penulisan Huruf Miring
Huruf miring digunakan untuk :
1)   Menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
Misalnya :
Buku Negarakertagama karangan Prapanca.
Majalah Suara Hidayatullah sedang dibaca.
Surat kabar Pedoman Rakyat akan dibeli.
2)   Menegaskan dan mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, dan kelompok kata.
Misalnya :
Huruf pertama kata abad adalah a.
Dia bukan menipu, tetapi ditipu.
Buatlah kalimat dengan kata lapang dada.
3)   Menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing.
Misalnya :
Politik devideet et impera pernah merajalela di Indonesia.

3) Penulisan Kata
            Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam penulisan kata, yaitu :
1. Kata Dasar
Kata dasar adalah kata yang belum mengalami perubahan bentuk, yang ditulis sebagai suatu kesatuan.
Misalnya : Dia teman baik saya.
2. Kata Turunan (Kata berimbuhan)
Kaidah yang harus diikuti dalam penulisan kata turunan, yaitu :
·    Imbuhan semuanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya.
Misalnya : membaca, ketertiban, terdengar dan memasak.
·    Awalan dan akhrian ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata.
Misalnya : bertepuk tangan, sebar luaskan.
·    Jika bentuk dasarnya berupa gabungan kata dan sekaligus mendapat awalan dan akhiran, kata itu ditulis serangkai.
Misalnya : menandatangani, keanekaragaman.
·    Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.
Misalnya : antarkota, mahaadil, subseksi, prakata.
3. Kata Ulang
Kata ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda (-). Jenis-jenis kata ulang yaitu :
·    Dwipurwa yaitu pengulangan suku kata awal.
Misalnya : laki           lelaki
·    Dwilingga yaitu pengulangan utuh atau secara keseluruhan.
Misalnya : rumah        rumah-rumah
·    Dwilingga salin suara yaitu pengulangan variasi fonem.
Misalnya : sayur        sayur-mayur
·    Pengulangan berimbuhan yaitu pengulangan yang mendapat imbuhan.
Misalnya : main         bermain-main
4. Gabungan Kata
·    Gabungan kata lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah  khusus. Bagian-bagiannya pada umumnya ditulis terpisah.
Misalnya : mata kuliha, orang tua.
·    Gabungan kata, termasuk istilah khusus yang menimbulkan kemungkinan salah baca saat diberi tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur bersangkutan.
Misalnya : ibu-bapak, pandang-dengar.
·    Gabugan kata yang sudah dianggap sebgai satu kata ditulis serangkai.
Misalnya : daripada, sekaligus, bagaimana, barangkali.
5. Kata Ganti (ku, mu, nya, kau)
Kata ganti ku dan kau ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya. Sedangkan kata ganti ku, mu, nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya : kubaca, kaupinjam, bukuku, tasmu, sepatunya.
6. Kata Depan (di, ke, dari)
Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya, kecuali pada gabungan kata yang dianggap padu sebagai satu kata, seperti kepada dan daripada.
Misalnya : Jangan bermian di jalan
Saya pergi ke kampung halaman.
Dewi baru pulang dari kampus.
7. Kata Sandang (si dan sang)
Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya.
Misalnya : Nama si pengrimi surat tidak jelas.
Anjing bermusuhan dengan sang kucing.
8. Partikel
Partikel merupakan kata tugas yang mempunyai bentuk yang khusus, yaitu sangat ringkas atau kecil dengan mempunyai fungsi-fungsi tertentu. Kaidah penulisan partikel sebagai berikut :
·    Partikel –lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
Misalnya : Bacalah buku itu baik-baik!
Apakah yang dipelajari minggu lalu?
Apatah gerangan salahku?
·    Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya kecuali yang dianggap sudah menyatu.
Misalnya : Jika ayah pergi, ibu pun ikut pergi.
·    Partikel per yang berarti memulai, dari dan setiap. Partikel per ditulis terpisah dengan bagian-bagian kalimat yang mendampinginya.
Misalnya : Rapor siswa dilihat per semester.
9. Singkatan dan Akronim
·    Singkatan adalah nama bentuk yang dipendekkan yang terdiri atas satu kata atau lebih.
Misalnya :
dll  = dan lain-lain
yth = yang terhormat
·    Akronim adalah singkatan yang berupa gabungan huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata.
Misalnya : SIM = Surat Izin Mengemudi
IKIP = Institut Keguruan dan Ilmu pendidikan
10. Angka dan Lambang Bilangan
Dalam bahasa Indonesia ada dua macam angka yang lazim digunakan , yaitu : (1) Angka Arab : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, dan (2) Angka Romawi : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X.
Lambang bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut :
1) Bilangan utuh. Misalnya : 15         lima belas
2) Bilangan pecahan. Misalnya : 3/4          tiga perempat
3) Bilangan tingkat. Misalnya : Abad II                   Abad ke-2
4) Kata bilangan yang mendapat akhiran –an.
Misalnya : tahun 50-an         lima puluhan
5) Angka yang menyatakan bilangan bulat yang besar dapat dieja sebagian supaya mudah dibaca.
Misalnya :    Sekolah itu baru mendapat bantuan 210 juta rupiah.
6) Lambang bilangan letaknya pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Kalau perlu diupayakan supaya tidak diletakkan di awal kalimat dengan mengubah struktur kalimatnya dan maknanya sama.
Misalnya :      - Dua puluh lima siswa SMA tidak lulus. (benar)
        - 55 siswa SMA 1 tidak lulus. (salah)
7) Lambang bilangan yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf, kecuali beberapa dipakai secara berurutan seperti dalam perincian atau pemaparan.
Misalnya :        Amir menonton pertunjukan itu selama dua kali.

4) Penulisan Unsur Serapan
            Dalam hal penulisan unsur serapan  dalam bahasa Indonesia, sebagian ahli bahasa Indonesia menganggap belum stabil dan konsisten. Dikatakan demikian karena pemakai bahasa Indonesia sering begitu saja menyerap unsur asing tanpa memperhatikan aturan, situasi, dan kondisi yang ada. Pemakai bahasa seenaknya menggunakan kata asing tanpa memproses sesuai dengan aturan yang telah diterapkan.
Penyerapan unsur asing dalam pemakaian bahasa indonesia dibenarkan, sepanjang : (a) konsep yang terdapat dalam unsur asing itu tidak ada dalam bahasa Indonesia, dan (b) unsur asing itu merupakan istilah teknis sehingga tidak ada yang layak mewakili dalam bahasa Indonesia, akhirnya dibenarkan, diterima, atau dipakai dalam bahasa Indonesia. sebaliknya apabila dalam bahasa Indonesia sudah ada unsur yang mewakili konsep tersebut, maka penyerapan unsur asing itu tidak perlu diterima.
Menerima unsur asing dalam perbendaharaan bahasa Indonesia  bukan berarti bahasa Indonesia ketinggalan atau miskin kosakata. Penyerapan unsur serapan asing merupakan hal yang biasa, dianggap sebagai suatu variasi dalam penggunaan bahasa Indonesia. Hal itu terjadi karena setiap bahasa mendukung kebudayaan pemakainya. Sedangkan kebudayaan setiap penutur bahasa berbeda-beda anatar satu dengan yang lain. Maka dalam hal ini dapat terjadi saling mempengaruhi yang biasa disebut akulturasi. Sebagai contoh dalam masyarakat penutur bahasa Indonesia tidak mengenal konsep “radio” dan “televisi”, maka diseraplah dari bahasa asing (Inggris). Begitu pula sebaliknya, di Inggris tidak mengenal adanya konsep “bambu” dan “sarung”, maka mereka menyerap bahasa Indonesia  itu dalam bahasa Inggris.
Berdasarkan taraf integritasnya, unsur serapan dalam bahasa Indonesia dikelompokkan dua bagian, yaitu :
1.    Secara adopsi, yaitu apabila unsur asing itu diserap sepenuhnya secara utuh, baik tulisan maupun ucapan, tidak mengalami perubahan. Contoh yang tergolong secara adopsi, yaitu : editor, civitas academica, de facto, bridge.
2.    Secara adaptasi, yaitu apabila unsur asing itu sudah disesuaikan ke dlaam kaidah bahasa Indonesia, baik pengucapannya maupun penulisannya. Salah satu contoh yang tergolong secara adaptasi, yaitu : ekspor, material, sistem, atlet, manajemen, koordinasi, fungsi.

5) Pemakaian Tanda Baca
1. Tanda Titik (.)
      Penulisan tanda titik di pakai pada :
·    Akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan
·    Akhir singkatan nama orang.
·    Akhir singkatan gelar, jabatan, pangkat, dan sapaan.
·    Singkatan atau ungkapan yang sudah sangat umum.
    Bila singkatan itu terdiri atas tiga huruf atau lebih dipakai satu tanda titik saja.
·    Dipakai untuk  memisahkan bilangan atau kelipatannya.
·    Memisahkan angka jam, menit, dan detik yang menunjukkan waktu.
·    Dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar.
·    Tidak dipakai pada akhir judulyang merupakan kepala karangan  atau ilustrasi dan tabel.
2. Tanda koma (,)
    Kaidah penggunaan tanda koma (,) digunakan :
·    Antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
·    Memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh
kata tetapi atau melainkan.
·    Memisahkan anak kalimat atau induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk
kalimatnya.
·    Digunakan dibelakang kata atau ungkapan penghubung antar kalimat yang terdapat pada
awal kalimat. Termasuk kata :
 (1) Oleh karena itu, (2) Jadi, (3) lagi pula, (4) meskipun begitu, dan (5) akan tetapi.
·    Digunakan untuk memisahkan kata seperti : o, ya, wah, aduh, dan kasihan.
·    Memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat.
·    Dipakai diantara  : (1) nama dan alamat, (2) bagina-bagian alamat, (3)  tempat dan
tanggal, (4) nama dan tempat yang ditulis secara berurutan.
·    Dipakai di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan
dengan angka.
·    Dipakai antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk
membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
·    Menghindari terjadinya salah baca di belakang  keterangan yang terdapat pada awal
kalimat.
·    Dipakai di antara bagian nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka.
·    Dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi.
·    Tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya
dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau seru.
3. Tanda Titik Tanya ( ? )
 Tanda tanya dipakai pada :
·    Akhir kalimat tanya.
·    Dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan bagian kalimat yang diragukan atau
kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
4. Tanda Seru ( ! )
Tanda seru digunakan sesudah ungkapan atau pertanyaan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, dan rasa emosi yang kuat.
5. Tanda Titik Koma  ( ; )
Tanda titik koma dipakai :
·    Memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara.
·    Memisahkan kalimat yang setara dalam kalimat majemuk sebagai pengganti kata
penghubung.
6. Tanda Titik Dua ( : )
Tanda titik dua dipakai :
·    Sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan pemberian.
·    Pada akhir suatu pertanyaan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian.
·    Di dalam teks drama sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan .
·    Di antara jilid atau nomor dan halaman.
·    Di antara bab dan ayat dalam kitab suci.
·    Di antara judul dan anak judul suatu karangan.
·    Tidak dipakai apabila rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri
pernyataan.
7. Tanda Elipsis (…)
Tanda ini menggambarkan kalimat-kalimat yang terputus-putus dan menunjukkan bahwa     dalam suatu petikan ada bagian yang dibuang. Jika yang dibuang itu di akhir kalimat, maka     dipakai empat titik dengan titik terakhir diberi jarak atau loncatan.
8. Tanda Garis Miring ( / )
Tanda garis miring ( / ) di pakai :
·    Dalam penomoran kode surat.
·    Sebagai pengganti kata dan,atau, per, atau nomor alamat.
9.   Tanda  Penyingkat  atau Apostrof ( ‘)
    Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan sebagian huruf.
10. Tanda Petik Tunggal ( ‘…’ )
Tanda petik tunggal dipakai :
·    Mengapit petikan yang tersusun di dalam petikan lain.
·    Mengapit terjemahan atau penjelasan kata atau ungkapan asing.
11. Tanda Petik Ganda( “…” )
    Tanda petik Ganda dipakai :
·    Mengapit kata atau bagian kalimat yang mempunyai arti khusus, kiasan atau yang belum dikenal.
·    Mengapit judul karangan, sajak, dan bab buku, apabila dipakai dalam kalimat.
·    Mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar